Thursday, May 3, 2012

Ketika pilihan tak lagi memihak


Ku akui aku rapuh. Terlalu lelah untuk terus melalui skenario kehidupan  tanpa batas ini. Hari – hari  terasa bagai sebuah drama di sebuah gedung pementasan. Mungkin drama ini indah. Namun berhari-hari, berminggu-minggu hanya ada drama ini. Gedung memang tidak akan pernah bosan dengan drama ini, ya kerena dia tidak memperdulikanmu dan tidak akan pernah. Pementasan, mungkinkah tanpa penonton? Dirikulah yang menjadi penonton itu. Aku harus tetap ada dalam gedung ini-dunia. Mungkinkah aku keluar menembus pintu tak kasat mata tanpa terluka? Mungkin. Akankah aku? Tidak. Raga ini terpaksa menyaksikan sebuah drama kehidupan yang monoton, berulang tapi tak berubah. Namun jauh di dalam, jiwa ini telah bosan, jenuh dan lelah untuk tetap menonton sebuah drama yang bahkan tak mengikutsertakan dirinya.

Dalam drama, kehidupan sebagai latarnya. Orang – orang harus menciptakan skrip untuk diri mereka masing – masing alih – alih Dia hanya mengontrol. Orang dengan bebas bisa melakukan hal yang mereka lakukan. Dengan inilah para tokoh memunculkan hal yang disebut dengan penokohan – watak. Antagonis, Tritagonis, Protagonis. Berminat? Pilih saja. Tidakkah kau menyadari menjadi bagian dalam sebuah drama sangatlah mudah. Kau hanya harus memilih apa yang kau inginkan dan apa yang kau ingin lakukan. Just do it. Nikmati peran yang telah dilimpahkan padamu, jalani dan jalani sampai pasaran tidak lagi menerimamu.

Namun diriku tetaplah seorang penonton.Seorang penonton. Mungkin dulu aku seorang tokoh, seorang pemeran utama barangkali. Namun waktu berputar, terus berputar. Dia tetaplah seorang sutradara. Namun pasaran turun tangan – mengambil alih. Pasaran tak lagi menerimaku. Pasaran tidak lagi membutuhkanku. Pasaran telah mendepakku pergi. Alih – alih mengeluarkanku, mereka malah menempatkan ku di sebuah kursi kosong di dalam gedung. Duduk menonton berhari-hari. Itulah yang mereka lantunkan dan aku tau itu adalah hal yang harus aku lakukan. Karena untuk kali ini aku hanya berjumpa dengan sebuah pilihan – tonton.

Aku masih disini. Aku akan tetap disini. Namun aku tahu kapan aku akan pergi. Aku pergi bukan untuk kembali lagi. Suatu saat aku akan pergi tanpa menoleh ke balik bahu rentan ini. Berbalik untuk mendapati mereka yang tidak peduli akan kepergianku. Apa gunanya? Suatu saat waktu itu akan tiba. Suatu saat dimana yang aku tahu hanyalah terus melangkah, melangkah dan jangan pernah menoleh. Melangkah untuk menelusuri goa penuh lika liku, goa sarat akan rongga dan goa hampa tanpa udara. Dengan memegang teguh sebuah harapan untuk menemukan setitik cahaya, seuntai harapan dan setetes cinta. Serta sehelai kebenaran. Ya. Suatu saat.