Ku akui aku rapuh. Terlalu lelah untuk terus melalui skenario
kehidupan tanpa batas ini. Hari – hari terasa bagai sebuah drama di sebuah
gedung pementasan. Mungkin drama ini indah. Namun berhari-hari,
berminggu-minggu hanya ada drama ini. Gedung memang tidak akan pernah bosan
dengan drama ini, ya kerena dia tidak memperdulikanmu dan tidak akan pernah. Pementasan,
mungkinkah tanpa penonton? Dirikulah yang menjadi penonton itu. Aku harus tetap
ada dalam gedung ini-dunia. Mungkinkah aku keluar menembus pintu tak kasat mata
tanpa terluka? Mungkin. Akankah aku? Tidak. Raga ini terpaksa menyaksikan
sebuah drama kehidupan yang monoton, berulang tapi tak berubah. Namun jauh di
dalam, jiwa ini telah bosan, jenuh dan lelah untuk tetap menonton sebuah drama
yang bahkan tak mengikutsertakan dirinya.
Dalam drama, kehidupan sebagai latarnya. Orang – orang harus
menciptakan skrip untuk diri mereka masing – masing alih – alih Dia hanya
mengontrol. Orang dengan bebas bisa melakukan hal yang mereka lakukan. Dengan
inilah para tokoh memunculkan hal yang disebut dengan penokohan – watak.
Antagonis, Tritagonis, Protagonis. Berminat? Pilih saja. Tidakkah kau menyadari
menjadi bagian dalam sebuah drama sangatlah mudah. Kau hanya harus memilih apa
yang kau inginkan dan apa yang kau ingin lakukan. Just do it. Nikmati peran
yang telah dilimpahkan padamu, jalani dan jalani sampai pasaran tidak lagi
menerimamu.
Namun diriku tetaplah seorang penonton.Seorang penonton.
Mungkin dulu aku seorang tokoh, seorang pemeran utama barangkali. Namun waktu
berputar, terus berputar. Dia tetaplah seorang sutradara. Namun pasaran turun
tangan – mengambil alih. Pasaran tak lagi menerimaku. Pasaran tidak lagi membutuhkanku. Pasaran
telah mendepakku pergi. Alih – alih mengeluarkanku, mereka malah menempatkan ku
di sebuah kursi kosong di dalam gedung. Duduk menonton berhari-hari. Itulah
yang mereka lantunkan dan aku tau itu adalah hal yang harus aku lakukan. Karena
untuk kali ini aku hanya berjumpa dengan
sebuah pilihan – tonton.
Aku masih disini. Aku akan tetap disini. Namun aku tahu
kapan aku akan pergi. Aku pergi bukan untuk kembali lagi. Suatu saat aku akan
pergi tanpa menoleh ke balik bahu rentan ini. Berbalik untuk mendapati mereka yang tidak peduli akan kepergianku. Apa gunanya? Suatu saat waktu itu
akan tiba. Suatu saat dimana yang aku tahu hanyalah terus melangkah, melangkah
dan jangan pernah menoleh. Melangkah untuk menelusuri goa penuh lika liku, goa
sarat akan rongga dan goa hampa tanpa udara. Dengan memegang teguh sebuah harapan
untuk menemukan setitik cahaya, seuntai harapan dan setetes cinta. Serta
sehelai kebenaran. Ya. Suatu saat.